Mahasiswa Program Studi Komunikasi dan Penyiaran Islam (KPI) UIN
Alauddin Makassar melakukan kunjungan edukatif ke Masjid Cheng Hoo, Kabupaten
Gowa, Jalan Poros Hertasning, pada Jum’at (28/11/2025). Kegiatan ini merupakan rangkaian
dari proses pembelajaran mata kuliah Komunikasi Lintas Agama dan Budaya, dengan
fokus memahami bagaimana proses akulturasi budaya Islam dan Tionghoa serta proses adaptasi
dalam lingkungan social yang majemuk.
Mahasiswa tiba di lokasi sekitar pukul 13.00 WITA dan langsung
disambut oleh pengurus Dewan Kemakmuran Masjid (DKM) Cheng Hoo. Pada sesi awal,
perwakilan DKM, Bapak Ustadz Arif memaparkan sejarah berdirinya masjid yang
terinspirasi dari keteladanan Laksamana Cheng Hoo, seorang tokoh muslim
Tionghoa yang pernah berlayar ke Nusantara dan tutut andil menyebarkan Islam di
Nusantara melalui pendekatan budaya, dialog, dan interaksi sosial yang damai.
Dalam pemaparannya, Bapak Ustadz Arif sebagai wakil Ketua Takmir
Masjid Cheng Ho menjelaskan bahwa arsitektur Masjid Cheng Hoo mengadopsi gaya
bangunan Tionghoa dengan ciri warna merah,
dan kuning sebagai simbol keharmonisan, keseimbangan, dan keberuntungan.
Arsitektur tersebut bukan sekadar estetika, tetapi juga menjadi wujud nyata
akulturasi antara budaya Tionghoa dan nilai-nilai Islam yang dianut jamaah di
dalamnya.
Pihak DKM juga menekankan bahwa tujuan awal pembangunan Masjid
Cheng Hoo adalah untuk menjadi ruang ibadah, pembinaan, serta pusat dakwah bagi
para mualaf keturunan Tionghoa. Banyak dari mereka yang merasa lebih nyaman
beribadah di masjid yang memiliki unsur budaya yang dekat dengan identitas
mereka.
Bapak Dr. Abdul Aziz Ilyas, ketua
Persatuan Islam Tionghoa (PITI) Kota Makassar mengatakan “Ide Pembangunan
Masjid Cheng Ho berawal dari diskusi teman-teman yang merasa resah karena tidak
menemukan tempat yang cocok untuk mengadakan kegiatan kajian-kajian keagamaan,”
Jelasnya.
Dalam sesi materi, pengurus masjid turut
menjelaskan mengenai kesan dan pengalaman para mualaf Tionghoa setelah memeluk
Islam. Banyak dari mereka merasa menemukan kedamaian dan tetap bisa
mempertahankan identitas budaya tanpa merasa terasing. Hal ini menjadi contoh
konkret bagaimana akulturasi mampu menciptakan wadah dakwah yang lebih ramah
dan inklusif.
Selain itu, mahasiswa juga diperkenalkan
kepada Imam Rawatib Masjid Cheng Hoo, Bapak Ustadz Muhammmad Yunus, S.Ag., M.Ag.
yang telah bertugas selama 11 tahun.
Beliau dikenal sebagai sosok yang membimbing proses pengislaman ratusan orang
non-Muslim yang memilih memeluk Islam di masjid tersebut. Pengalaman panjang
imam dalam mendampingi para mualaf menjadi salah satu bagian paling menarik
dalam kunjungan, terutama ketika ia menjelaskan pendekatan dakwah yang penuh
kelembutan, dialog, dan penghormatan terhadap latar budaya seseorang.
Selama pemaparan berlangsung, mahasiswa
terlihat aktif bertanya seputar sejarah masjid, proses dakwah, peran imam,
hingga dinamika hubungan antara komunitas Tionghoa dan masyarakat Muslim di
sekitar. Pihak DKM pun menjawab setiap pertanyaan dengan antusias, sehingga
suasana diskusi berlangsung interaktif dan penuh insight. Turut hadir dalam
pertemuan tersebut H. Muh Zain Fong sebagai dewan Pengawas DKM Masjid Cheng Hoo.
Dan M Rifai.
Dosen pengampu mata kuliah, Bapak Dr. Qaharuddin
Tahir, menyatakan bahwa kunjungan ini sangat relevan dengan kompetensi yang
ingin dicapai dalam mata kuliah Komunikasi Lintas Agama dan Budaya. “Mahasiswa
perlu melihat langsung bagaimana komunikasi lintas budaya terjadi dalam praktik
dakwah. Masjid Cheng Hoo adalah contoh nyata bagaimana Islam dapat berdialog
dengan budaya lain tanpa menimbulkan benturan dan tetap memegang teguh
nilai-nilai pokok Islam.
Salah satu mahasiswa peserta, Nurul Ilmi ,
menyampaikan bahwa materi yang didapat sangat membuka wawasan. “Saya baru paham
bahwa dakwah tidak selalu melalui mimbar atau ceramah. Ada dakwah yang hadir
melalui arsitektur, bahasa budaya, dan cara kita menghargai identitas
seseorang,” ujarnya.
Kunjungan mahasiswa KPI UIN Alauddin
Makassar ke Masjid Cheng Hoo menjadi pengalaman penting dalam memahami peran
akulturasi budaya dalam dakwah Islam. Melalui dialog langsung dengan pengurus
masjid dan imam rawatib, mahasiswa memperoleh gambaran nyata bagaimana Islam
dapat berdampingan dengan budaya Tionghoa secara harmonis. Kegiatan ini
diharapkan semakin memperkuat bekal akademik mahasiswa dalam membangun
komunikasi lintas budaya yang moderat, inklusif, dan penuh penghormatan dengan
tetap konsisten dengan pada nilai-nilai pokok syari’at Islam.

