MUDIK DILARANG, PULANG KAMPUNG TAK TERHALANG

  • 07 November 2018
  • 12:00 WITA
  • Jurusan KPI Bersatu
  • Berita

 "Kalau itu bukan mudik, itu namanya pulang kampung." Menurut Presiden di acara Mata Najwa saat Presiden Jokowi menanggapi pernyataan Najwa Shihab yang menyebut hampir 1 juta orang curi start mudik hingga aturan larangan mudik dianggap tidak efektif.

   Kalimat ini menjadi sorotan dan kontroversi khususnya antara Mudik dan Pulang kampung.

   Melihat dari segi terminologi Mudik berarti Pulang ke kampung halaman, dan telah menjadi identik dengan tradisi tahunan di indonesia yang terjadi menjelang hari raya besar keagamaan khususnya menjelang Lebaran.

   Namun yang lebih subtansional adalah keoptimalan kebijakan pemerintah.

   "Coba dilihat juga di lapangan, ini lapangan yang kita lihat. Di Jakarta, mereka menyewa ruang 3x3 meter atau 3x4 meter, isinya 8 orang atau 9 orang. Mereka di sini tidak bekerja. Lebih berbahaya mana, di sini, di dalam ruangan dihuni 9, 8 orang, atau pulang ke kampung tapi di sana sudah disiapkan isolasi dulu oleh desa?" 


   Kebijakan larangan mudik sebenarnya untuk menekan angka mobilisasi masyarakat khususnya dari kota ke kampung, Begitu pula saat ada kebijakan yang diambil oleh beberapa negara yaitu Lockdown, atau diindonesia sendiri ada kebijakan karantina, PSBB (Pembatasan Sosial berskala besar) yang orientasinya sama sama menekan angka mobilisasi masyarakat. Tinggal dari kebijakan itu kita bisa ukur yang mana lebih tinggi skala penekanan mobilisasinya.

   Sehingga semakin sedikit angka mobilisasi atau aktivitas Masyarakat maka semakin sedikit pula potensi penularan covid-19 ini.

   Jelas dari Rumusan Masalah itu kita dapat menilai bahwan pulang kampung dan atau Istilah Mudik tentu memiliki tingkat mobilisasi yang sangat tinggi dan sangat berpotensi untuk penularan virus dari satu ke yang lain bahkan dari kota ke kampung.

   Kita tidak bisa pungkiri bahwa masyarakat kita sedikit "keras kepala" Dalam hal mengindahkan suatu aturan apalagi hanya berupa imbauan yang tidak memiliki hukum dan sanksi yang kuat dan tentunya ini menjadi tantangan bagi pemerintah khususnya Masyarakat sendiri.

   Saya mencoba menganalisa kenapa masyarakat curi start untuk pulang kampung duluan, karna masyarakat memanfaatkan momentum setelah wacana/kebijakan ini hadir dan jarak diberlakukan dan pemberian sanksi pun sebenarnya mendorong seseorang untuk pulang kampung lebih awal sebelum kebijakan ini diberlakukan bahkan sebelum diberlakukan sanksi.

   Namun kita tidak bisa menyalahkan pemerintah yang telah berusaha membuat regulasi untuk memberikan kesadaran terhadap masyarakat.

   Hari ini, perasaan sayang terhadap keluarga justru harus memanfatkan teknologi sebagai media penunjang untuk saling komunikasi. Walaupun raga terpisah jauh, itu lebih baik untuk saling menyelamatkan .

   Itulah kenapa hari ini yang menjadi garda terdepan adalah Masyarakat, bukan berarti menurunkan derajat tenaga medis namun dari kesadaran dan paradigma masyarakatlah membuat beban tenaga medis semakin berkurang.

Penulis : Dede Gunawan

Berita Terkait

AKREDITASI JURUSAN KPI A

  • 15 November 2024
  • 15:08 WITA

AKREDITASI JURUSAN KPI UNGGUL

  • 15 November 2024
  • 15:07 WITA

AKREDITASI KAMPUS UINAM A

  • 15 November 2024
  • 15:06 WITA

AKREDITASI KAMPUS UINAM UNGGUL

  • 15 November 2024
  • 15:05 WITA