Kedudukan News Agregator dalam Kode Etik Jurnalistik Indonesia

  • 09:06 WITA
  • Jurusan KPI Bersatu
  • Artikel

Kedudukan News Agregator Dalam Kode Etik Jurnalistik Indonesia

Oleh : Nurwahid (Mahasiswa Prodi Komunikasi dan Penyiaran Islam PPs UIN Alauddin Makassar

 

Saat ini, kemajuan teknologi digital telah mengambil alih sebagian besar pola interaksi masyarakat secara parsial untuk aktif dan memberikan kontribusi terhadap perubahan yang berlangsung. Integrasi teknologi digital memperkuat arus globalisasi dalam proses transaksi budaya dan interaksi manusia dengan mengatribusi kebebasan individu dalam membuat dan menerima informasi. Inovasi dari teknologi digital mentransformasikan konsep lama ke dalam konsep baru dengan pengalaman yang memudahkan pengguna untuk mengakses informasi secara cepat dan up to date.

Salah satu contoh inovasi dari kemajuan teknologi digital yakni kehadiran news agregator (Agregasi berita). News agregator dikelola melalui platform online dengan bantuan koneksi jaringan internet yang lazimnya digunakan sebagai syarat untuk memasuki laman dari agregasi berita. Penggunaan media berbasis online memberikan kemudahan melalui mesin pencarian yang telah disediakan oleh beberapa platform. Contoh platform yang dijalankan oleh news agregator yakni Apple News, Google News dan lain sebagainya. News agregator mengambil peluang dari mayoritas masyarakat yang telah terdistraksi ke dalam media berbasis online dengan cara mendistribusikan konten berita dan informasi terkini. Adapun kelebihan yang ditawarkan oleh news agregator adalah pembaruan konten yang dapat berlangsung secara cepat.

Akan tetapi, kehadiran dari news agregator memiliki potensi dalam mendisrupsi aktivitas jurnalistik dan berita. Cara kerja news agregator berbeda dengan cara kerja yang diterapkan oleh industri berita dan jurnalistik. News agregator memuat berita dan informasi dari beberapa konten yang sebelumnya telah dipublikasikan oleh sumber utama, lalu dikumpulkan ke dalam satu format berita dan informasi.

            Oleh karena itu, kecenderungan news agregator dalam menautkan beberapa sumber berita secara eksplisit ke dalam satu konten menimbulkan pertanyaan terkait apakah news agregator sejalan dengan konsep Kode Etik Jurnalistik (KEJ) atau sebaliknya. Pertanyaan ini tidak berarti mendisrupsi kelebihan dan kepuasan pengguna terhadap konten yang dihasilkan oleh news agregator, tetapi upaya dalam mengurai perbedaan-perbedaan mendasar antara konten jurnalistik dengan konten news agregator.

Perbedaan Kualitas Konten

Christopher Meyers dalam Journal Ethics: A Philosophical Approach memberikan pendapat bahwa “Jurnalis dan filsuf memiliki tugas yang sama, yakni mengungkapkan kebenaran”. Pendapat dari Meyers mengindikasikan pekerjaan jurnalis sebagai pekerjaan yang mulia dan patut untuk diapresiasi. News agregator menarik minat konsumen dengan keunggulan berita dan informasi yang up to date (terkini) dan responsif. News Agregator menampilkan berita secara ringkas, padat dan efisien. Cara ini dilakukan oleh news agregator dengan merangkum informasi dari beberapa sumber ke dalam satu format konten. Hal ini berakibat terhadap konten yang dimuat oleh news agregator dapat dianggap tidak valid dan diragukan keabsahannya.

            Di Indonesia, platform yang dikelola oleh news agregator mengalami proses perkembangan yang signifikan. Hal ini dapat ditinjau dari banyaknya pengguna yang menjadikan konten  news agregator sebagai alternatif dalam mencari informasi dan berita. News agregator merespons konsumen berdasarkan isu-isu yang dapat mengundang antusias masyarakat pengguna untuk mengonsumsi konten-konten yang dimuat. Kehadiran news agregator berperan besar dalam meningkatkan animo literasi masyarakat di media sosial.

            Untuk menarik perhatian konsumen, news agregator memberikan notifikasi berupa informasi terkini melalui ponsel yang sebelumnya digunakan dalam mengakses informasi di laman news agregator. Cara ini mampu menarik minat konsumen secara impulsif untuk lanjut membaca berita dan informasi yang telah news agregator bagikan.

            Akan tetapi, kehadiran news agregator sebagai media berita tidak memenuhi tiga unsur penting dalam etika jurnalistik, yakni, Pertama, memenuhi syarat 6 M (mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi) yang kemudian disusul oleh pedoman KEJ, Kedua, memenuhi syarat yang termaktub di dalam UU No. 40 Tahun 1999 tentang pers berbadan hukum Indonesia pada pasal 1 ayat 2, Ketiga, memenuhi standar perusahaan pers sesuai dengan Peraturan Dewan Pers Nomor: 4/Peraturan-DP/III/2008. Oleh karena itu, kedudukan news agregator sebagai media terpercaya dalam menyampaikan informasi tidak sepenuhnya dapat dibenarkan.

Pengaruh News Agregator Terhadap Media Jurnalistik

            Kehadiran news agregator menjadi salah satu indikator kemajuan dan perkembangan teknologi dalam memproduksi konten-konten yang berisi berita dan informasi lainnya. Keunggulan yang dimiliki oleh news agregator tentunya terletak pada kinerja yang responsif dalam memperbarui berita secara up to date (terkini). Adapun kekurangan yang dimiliki oleh news agregator yakni berita yang dimuat tidak sepenuhnya dapat dibenarkan keabsahannya atau dijadikan sebagai sumber utama.

            Karena tidak sepenuhnya dapat dibenarkan, Negara seperti Spanyol dan Jerman telah membatasi ruang gerak news agregator dengan tujuan melestarikan pemuatan berita kredibel yang dilakukan oleh para jurnalis berita. Markus Dan Pal mengulas fenomena serupa terkait the impact of agregators on internet news consumption yang mengemukakan tentang efek dari news agregator dapat merugikan industri berita, sehingga beberapa negara seperti Spanyol dan Jerman mengeluarkan regulasi yang menghasilkan sejumlah intervensi. Salah satu hasil dari kebijakan yang dikeluarkan oleh Uni Eropa adalah kewajiban perusahaan internet yang mengelola news agregator untuk membayar berita yang di agregasikan ke ruang publik.

            Setelah diberlakukannya regulasi pembatasan pemuatan konten kepada news agregator, kesejahteraan industri berita dan jurnalistik di Uni Eropa akhirnya kembali menjadi stabil. Namun, intervensi Uni Eropa kepada news agregator berdampak pada menurunnya tingkat literasi dan gairah masyarakat media sosial dalam membaca dan menyaksikan konten-konten secara bebas.