Satu Kesabaran Berbuah Kesuksesan

  • 09:06 WITA
  • Jurusan KPI Bersatu
  • Artikel

Oleh: Haidir Fitra Siagian

Satu per satu mahasiswa Indonesia yang belajar di University of Wollongong, Australia, kembali pulang tanah air. Dalam satu bulan terakhir sudah ada tiga keluarga yang pulang, disusul satu keluarga lagi bulan depan. Kepulangan mereka ke tanah air adalah satu keharusan. Terdapat kewajiban yang tidak boleh ditawar-tawar bagi mahasiswa yang sudah selesai studinya, untuk mengabdi kepada nusa dan bangsa, terutama sekali kepada mereka yang sekolah  atas beban rakyat Indonesia melalui APBN di berbagai kementerian.

Minggu lalu seorang teman, atas Mas Eka, telah kembali ke Bandung Jawa Barat. Dia telah mendapat gelar PhD., dalam bidang kegempabumian. Dia adalah sahabat dalam suka dan duka. Terutama di masjid maupun dalan keanggotaan team bank juga sesama anggota perkumpulan Jamaah Pengajian Illawara (JPI). Selama kami bersama, dia sangat rajin mengikuti kegiatan yang diadakan JPI, baik pengajian ataupun taddarus Al Qur’an. Bahkan jika dia sedang berada di luar kota, kerap kali menyempatkan ikut tadarrus yang diadakan secara virtual.

Meskipun aktif berbagai kegiatan, tetapi Mas Eka sangat mujur. Dia dengan sabar tetap tinggal di sini meskipun sudah submit disertasi. Padahal biasanya mahasiswa yang sudah submit, akan segera kembali ke tanar air. Berbeda dengan Mas Eka. Dia menunggu hasil pemeriksaan tim penguji dan memperbaikinya. Dalam tempo sekitar lima bulan bertahan, kesabarannya berbuah hasil. Disertasinya diterima oleh tim penguji dengan perbaikan yang relatif tidak sulit dan sekarang bisa kembali ke tanah air dengan menyandang gelarnya. Ph.D. Tentu kepulangannya ke tanah air sudah dirindukan oleh keluarga tercintanya.

Kemarin satu keluarga pun kembali ke tanah air. Seorang ibu asli Banjarmasin Kalimantan Selatan ini, yang mengambil Ph.D. dalam bidang ekonomi. Dia pulang bersama dengan dua orang putrinya yang kembar, masih seusia taman kanak-kanak. Selama hampir setahun mereka tinggal bertiga di apartemen, tidak jauh dari flats kami. Sebelumnya, sang suami juga sempat tinggal bersama mereka. Namun sudah pulang duluan setelah habis masa tugas belajarnya.

Sang suami juga mengambil program doktor dalam bidang ekonomi. Namun dia kuliah di Australian National University (ANU) Canberra, ibu kota Australia, sekitar empat hingga lima jam perjalanan naik kenderaan dari Wollongong. Tak lama setelah kembali ke tanah air, kami mendapat kabar bahwa sang suami telah mendapatkan hasil ujian disertasinya dan berhak pula mendapat gelar Ph.D. Kedua pasangan suami-isteri ini bekerja sebagai ASN di kantor Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Pusat Jakarta.

Sang suami ini, jika ditelusuri dengan seksama, sebenarnya boleh dikatakan memiliki hubungan kekeluargaan dengan saya, meskipun agak jauh sedikit. Ini setelah kami sempat berbincang-bincang suatu ketika tentang berbagai hal, termasuk asal usulnya. Rupanya orang tuanya berasal dari kampung Simangambat, sebelah timur Kecamatan Sipirok Kabupaten Tapanuli Selatan, Sumatra Utara. Dia lahir dan besar di Kendari Sulawesi Tengah. Ayahnya bermarga Ritonga, dengan demikian dia dan kedua putrinya tadi, sesuai adat Batak, juga bermarga Ritonga.

Sudah menjadi salah satu kebiasaan warga Indonesia di Wollongong, dalam pandangan saya, untuk mengantar warga yang akan pulang ke tanah air. Bahkan biasanya kita adakan acara makan-makan atau semacam perpisahan. Baik di rumah yang bersangkutan atau mencari suasana yang indah di taman atau di pantai.  Tapi kali ini tidak. Ini terkait dengan situasi penyebaran Covid-19 yang cukup tinggi. Meskipun tidak ada pembatasan atau lockdown, tetapi warga tetap diminta waspada. Itulah sebabnya, kami sepakat untuk tidak mengadakan acara kumpul-kumpul secara langsung, kecuali diadakan secara virtual saja.

Jelang keberangkatan teman ini, tetap saja datang warga Indonesia untuk mengantar kepulangannya. Mereka kumpul di depan rumah atau flats, termasuk istri dan seorang putraku. Saya sendiri tidak bisa ikut datang mengantar kepulangan mereka karena satu dan lain hal. Kedatangan teman-teman biasanya juga untuk membantu mengangkat barang-barang ke dalam mobil yang akan membawanya ke bandara. Jauh-jauh hari sebelum pulang, sudah menjadi kebiasaan pula, bagi teman yang akan pulang, dia akan menyampaikan semacam pemberitahuan atau  pengumuman. Isinya tentang barang-barangnya yang masih baik atau layak pakai. Yang tidak bisa dibawa pulang ke tanah air atau sayang kalau dibuang.

Selain barang-barang yang masih layak pakai, ada pula sembako atau kebutuhan dapur. Sekembalinya istri dan putraku ke rumah, mereka membawa cukup banyak barang-barang bekas layak pakai.   Di antara barang-barang yang mereka bawah adalah  satu set komputer. Terdiri atas PC, monitor dan printernya. Meskipun barang ini tidak terlalu mendesak, tetap saja kami ambil karena sayang sekali kalau dibuang. Ya, simpan saja di rumah, siapa tahu ada nanti yang membutuhkan. Dan yang paling penting adalah makanan istimewa asli nusantara. Indomie dan jeruknya boru Ritonga. Terima kasih.

Wassalam

Haidir Fitra Siagian

Keiraville, 28/01/2022


(Sumber:  https://klikmu.co/perspektif-haidir-81-kesabaran-yang-berbuah-kesuksesan/)