Jurnalisme Digital dan Etika Jurnalisme Media sosial
Oleh : Sri Wahyuningsih
(Mahasiswa Prodi Komunikasi dan Penyiaran Islam PPs UIN Alauddin Makassar).
Pada era digitalisasi
saat ini, proses produksi berita berbasis internet tidak hanya bisa dilakukan
melalui wawancara langsung kepada narasumber tapi juga bisa didapatkan dari
informasi yang beredar di media sosial
ataupun media online lainnya. Media sosial merupakan bentuk praktik konvergensi
media digital dan juga sebagai bagian dari media baru yang mampu
memadu-padankan teks, suara, gambar, video dan teknologi.
Saat ini media sosial
menjadi sarana menyebarluaskan karya-karya jurnalistik. Hal ini sudah ramai
digunakan oleh institusi media sehingga menimbulkan pernyataan bagaimana bentuk
praktek jurnalisme melalui media social serta kaitannya dengan etika jurnalistik.
Hal ini kemudian menjadi penting untuk diperhatikan agar kita bisa membedakan
informasi yang bisa dipertanggungjawabkan akurasinya dan informasi hoax atau
berita palsu.
Digital manager salah
satu media nasional, Ikrob Didik dalam wawancaranya bersama dengan penulis
artikel menyatakan bahwa meski dimanfaatkan sebagai salat satu sumber infomasi
dan media penyebarluasan berita, media sosia tetap dipandang bukan bagian dari
produk dan praktik jurnalisme. Sedang Ferdhinand Akbar sebagai Kepala Divisi
Sosial Media du Tempo berbeda pandangan terkait hal ini.
Ia berpendapat bahwa
media sosial menjadi tantangan dan tren baru yang keberadaannya sebagai salah
satu bagian dari praktik jurnalisme digital tidak bisa diingkari. Di era
digital saat ini, menjadi salah satu upaya konvergensi yaitu media konvensional
memiliki akun media social sebagai ruang untuk menyebarkan informasi dan juga
sebagai ruang interaksi dengan khalayak sebagaimana fungsi media sosial yaitu
interaktif dan menjadi hiburan.
Instagram merupakan salah
satu media sosial yang banyak digunakan oleh institusi media. Dalam konteks
pencarian data, Instagram dapat digunakan sebagai salah satu sumber ide untuk
meliput berita atau melengkapi data yang diperoleh di lapangan. Dan dalam proses
produksi berita media dituntut untuk mampu mengolah konten yang berupa teks,
audio dan visual secara bersamaan.
Kemudian di sisi
publikasi berita, instagram memungkinkan produk jurnalisme dapat dimuat dalam
beragam bentuk dan fitur multimedia, seperti feeds, story, TV, live, dan
highlight. Etika jurnalistik merupakan pedoman atau menjadi rambu-rambu bagi
para jurnalis dalam proses produksi sebuah berita agar seorang jurnalis tidak
tersesat dalam menjalankan tugasnya sebagai pencari kebenaran kemudian
menyebarkannya.
Pembahasan
terkait etika jurnalistik ada beberapa prinsip dasar yang harus dipenuhi media
massa saat melakukan praktik jurnalistik yang meliputi nilai-nilai universal
yaitu kebenaran (truth), keadilan (fairness), kemerdekaan (independence),
akuntabilitas (accountability), kemanusiaan (humanity), termasuk prinsip lain
seperti akurasi, keberimbangan, dan objektivitas sebagai turunan dari prinsip
sebelumnya (Wendratama 2017).
Media
sosial bisa menjadi pedang bermata dua yang memberikan dampak positif maupun
negatif dalam kerja jurnalistik. Olehnya itu kehadiran jurnalisme media social
perlu disikapi dengan bijak oleh media begitupun public sebagai konsumen
informasi.
Jurnalisme
Instagram menjadi salah satu contoh praktik jurnalisme media sosial yang mampu
memperkaya khasanah jurnalisme. Apapun salurannya, hanya jurnalisme yang
berpegang teguh pada etika yang akan bertahan di era masa depan dengan
kepercayaan publik terhadap media sebagai taruhan.
Praktik
jurnalisme media sosial di Instagram oleh Tempo dan Tribun, diklaim dilakukan
dengan tahapan dasar proses jurnalistik yang meliputi pengumpulan berita (news
gathering), produksi berita (news producing), dan publikasi berita (news
publishing). Keduanya menggunakan Instagram sebagai sarana publikasi karya
jurnalistik yang memuat foto, caption, video, dan narasi berita.
Dalam
setiap tahapan praktik jurnalisme di Instagram, baik Tempo maupun Tribun Jogja
menerapkan kaidah etika jurnalistik dengan menyajikan berita yang melalui
tahapan verifikasi berita dan akurasi. Sehingga berita yang ditayangkan adalah
berita faktual.
Langkah
yang dilakukan Tempo dan Tribun Jogja dengan melakukan verifikasi untuk
mencapai akurasi atau ketepatan sebuah informasi, merupakan salah satu hal yang
membedakan karya jurnalistik dengan opini maupun informasi biasa.
Akun Instagram ini digunakan
sebagai pelengkap platform lain yang telah dimiliki sebelumnya dalam bentuk
cetak dan online atau daring. Hal tersebut dilakukan sebagai bentuk pemenuhan
pedoman pemberitaan media siber.
Akun media
sosial dianggap sebagai institusi pers jika media sosial tersebut melekat pada
media online yang merupakan institusi pers dan memiliki penanggung jawab yang
jelas.
Kehadiran media social menjadi ruang public untuk bebas
berpendapat, bebas berkomentar pun berkarya. Namun, hal ini kemudian bisa
menjadi bumerang untuk beberapa public figure atau stakeholder saat ketika
berbuat kesalahan, khalayak dengan bebas mengomentari tanpa filter.
Hal ini yang kadang membuat masalah-masalah yang ada menjadi rumit.
Maka perlunya ada aturan yang membatasi tata bahasa saat berkomentar namum
tidak mempersempit ruang karya masyarakat (jejaksulsel.com).