Oleh: Haidir Fitra Siagian
Satu per satu mahasiswa Indonesia yang belajar di University
of Wollongong, Australia, kembali pulang tanah air. Dalam satu bulan terakhir
sudah ada tiga keluarga yang pulang, disusul satu keluarga lagi bulan depan.
Kepulangan mereka ke tanah air adalah satu keharusan. Terdapat kewajiban yang
tidak boleh ditawar-tawar bagi mahasiswa yang sudah selesai studinya, untuk
mengabdi kepada nusa dan bangsa, terutama sekali kepada mereka yang
sekolah atas beban rakyat Indonesia
melalui APBN di berbagai kementerian.
Minggu lalu seorang teman, atas Mas Eka, telah kembali ke
Bandung Jawa Barat. Dia telah mendapat gelar PhD., dalam bidang kegempabumian.
Dia adalah sahabat dalam suka dan duka. Terutama di masjid maupun dalan
keanggotaan team bank juga sesama anggota perkumpulan Jamaah Pengajian Illawara
(JPI). Selama kami bersama, dia sangat rajin mengikuti kegiatan yang diadakan
JPI, baik pengajian ataupun taddarus Al Qur’an. Bahkan jika dia sedang berada
di luar kota, kerap kali menyempatkan ikut tadarrus yang diadakan secara
virtual.
Meskipun aktif berbagai kegiatan, tetapi Mas Eka sangat
mujur. Dia dengan sabar tetap tinggal di sini meskipun sudah submit disertasi.
Padahal biasanya mahasiswa yang sudah submit, akan segera kembali ke tanar air.
Berbeda dengan Mas Eka. Dia menunggu hasil pemeriksaan tim penguji dan
memperbaikinya. Dalam tempo sekitar lima bulan bertahan, kesabarannya berbuah
hasil. Disertasinya diterima oleh tim penguji dengan perbaikan yang relatif
tidak sulit dan sekarang bisa kembali ke tanah air dengan menyandang gelarnya.
Ph.D. Tentu kepulangannya ke tanah air sudah dirindukan oleh keluarga
tercintanya.
Kemarin satu keluarga pun kembali ke tanah air. Seorang ibu
asli Banjarmasin Kalimantan Selatan ini, yang mengambil Ph.D. dalam bidang
ekonomi. Dia pulang bersama dengan dua orang putrinya yang kembar, masih seusia
taman kanak-kanak. Selama hampir setahun mereka tinggal bertiga di apartemen,
tidak jauh dari flats kami. Sebelumnya, sang suami juga sempat tinggal bersama
mereka. Namun sudah pulang duluan setelah habis masa tugas belajarnya.
Sang suami juga mengambil program doktor dalam bidang
ekonomi. Namun dia kuliah di Australian National University (ANU) Canberra, ibu
kota Australia, sekitar empat hingga lima jam perjalanan naik kenderaan dari
Wollongong. Tak lama setelah kembali ke tanah air, kami mendapat kabar bahwa
sang suami telah mendapatkan hasil ujian disertasinya dan berhak pula mendapat
gelar Ph.D. Kedua pasangan suami-isteri ini bekerja sebagai ASN di kantor Badan
Pemeriksa Keuangan (BPK) Pusat Jakarta.
Sang suami ini, jika ditelusuri dengan seksama, sebenarnya
boleh dikatakan memiliki hubungan kekeluargaan dengan saya, meskipun agak jauh
sedikit. Ini setelah kami sempat berbincang-bincang suatu ketika tentang
berbagai hal, termasuk asal usulnya. Rupanya orang tuanya berasal dari kampung
Simangambat, sebelah timur Kecamatan Sipirok Kabupaten Tapanuli Selatan,
Sumatra Utara. Dia lahir dan besar di Kendari Sulawesi Tengah. Ayahnya bermarga
Ritonga, dengan demikian dia dan kedua putrinya tadi, sesuai adat Batak, juga
bermarga Ritonga.
Sudah menjadi salah satu kebiasaan warga Indonesia di
Wollongong, dalam pandangan saya, untuk mengantar warga yang akan pulang ke
tanah air. Bahkan biasanya kita adakan acara makan-makan atau semacam
perpisahan. Baik di rumah yang bersangkutan atau mencari suasana yang indah di
taman atau di pantai. Tapi kali ini
tidak. Ini terkait dengan situasi penyebaran Covid-19 yang cukup tinggi.
Meskipun tidak ada pembatasan atau lockdown, tetapi warga tetap diminta
waspada. Itulah sebabnya, kami sepakat untuk tidak mengadakan acara
kumpul-kumpul secara langsung, kecuali diadakan secara virtual saja.
Jelang keberangkatan teman ini, tetap saja datang warga
Indonesia untuk mengantar kepulangannya. Mereka kumpul di depan rumah atau
flats, termasuk istri dan seorang putraku. Saya sendiri tidak bisa ikut datang
mengantar kepulangan mereka karena satu dan lain hal. Kedatangan teman-teman
biasanya juga untuk membantu mengangkat barang-barang ke dalam mobil yang akan
membawanya ke bandara. Jauh-jauh hari sebelum pulang, sudah menjadi kebiasaan
pula, bagi teman yang akan pulang, dia akan menyampaikan semacam pemberitahuan
atau pengumuman. Isinya tentang
barang-barangnya yang masih baik atau layak pakai. Yang tidak bisa dibawa
pulang ke tanah air atau sayang kalau dibuang.
Selain barang-barang yang masih layak pakai, ada pula
sembako atau kebutuhan dapur. Sekembalinya istri dan putraku ke rumah, mereka
membawa cukup banyak barang-barang bekas layak pakai. Di antara barang-barang yang mereka bawah
adalah satu set komputer. Terdiri atas
PC, monitor dan printernya. Meskipun barang ini tidak terlalu mendesak, tetap
saja kami ambil karena sayang sekali kalau dibuang. Ya, simpan saja di rumah,
siapa tahu ada nanti yang membutuhkan. Dan yang paling penting adalah makanan
istimewa asli nusantara. Indomie dan jeruknya boru Ritonga. Terima kasih.
Wassalam
Haidir Fitra Siagian
Keiraville, 28/01/2022