Polewali Mandar (KPI) - Dalam
konteks komunikasi antarbudaya, proses enkulturasi atau pengenalan budaya atau
tradisi yang dianut suatu kelompok masyarakat kepada generasi mudanya, merupakan
perkara yang sangat penting. Dimana proses
komunikasi yang terjadi di antara orang-orang yang memiliki kebudayaan yang
berbeda, baik karena berbeda ras, etnik, atau sosial ekonomi, agar terdapat
kesepahaman.
Juga penting untuk
menghindari terjadinya kemungkinan miskomunikasi atau kegagalan dalam proses
berkomunikasi antarbudaya. Miskomunikasi dapat menyebabkan kesalahpahaman
karena pesan atau informasi yang disampaikan tidak dapat diterima dengan baik
oleh komunikan. Yang tidak kalah pentingnya adalah untuk menciptakan hubungan
yang komplementer serta hubungan atau silaturrahmi yang selaras.
Bagi masyarakat Mandar
Sulawesi Barat, khususnya diaspora yang bermukim di luar negeri,
bersilaturrahmi dengan bersama saudara dan kaum kerabat, tidak hanya
dilaksanakan pada saat perayaan Idul Fitri atau Idul Adha. Bahkan sebagian di
antaranya akan mengalami kesulitan pulang kampung pada saat itu, karena
terhalang jadwal liburan anak-anak sekolah yang tidak sama dengan jadwal
liburan di tanah air.
Salah satu solusinya
adalah dengan sengaja mengajak saudara
dan kaum kerabatnya melaksanakan silaturrahim yang dirangkaikan dengan menggelar
ucapara adat atau tradisi lokal yang telah berlangsung turun-temurun. Misalnya
menggelar tradisi Sayyang Pattu'du atau
"kuda menari".
Tradisi ini merupakan
rangkaian syukuran terhadap anak-anak mereka yang berhasil mengkhatamkan
Alquran sebanyak 30 juz atau yang sudah melaksanakan khitanan. Syukuran itu
dilakukan dalam bentuk arakan keliling kampung dengan menggunakan beberapa ekor
kuda yang menari di bawah lantunan irama para pengiringnya.
Demikian pula yang
dilaksanakan oleh keluarga H. Firdaus Muis, yang saat ini masih menjabat
sebagai Ketua Kerukunan Keluarga Sulawesi Sydney Australia. Mereka sekeluarga
datang dari Benua Kanguru untuk melaksanakan tradisi Sayyang Pattu’du dalam
rangka khitanan bagi putra dan khataman bagi putrinya di Desa Mambu Kecamatan
Luyo Kabupaten Polewali Mandar, pekan lalu.
Putrinya, Atifah Firdaus,
mengikuti khataman Al Qur’an setelah belajar mengaji bersama Yayasan Ashabul
Kahfi Sydney dan putranya yang bernama Muhammad Ashraf Firdaus, telah
melaksanakan khitanan di desa tersebut. Keduanya masih bersekolah di AIA (Australia International Academy) Sydney. Dalam proses
tersebut, keduanya tampak sumringah saat diarak naik kuda keliling kampung.
Momen ini dijadikan
sebagai ajang berkumpulnya keluarga besar yang datang dari berbagai provinsi
dan luar negeri. Juga teman-teman sekolah dan sepermainan saat kecil. Momen ini
juga dimanfaatkan untuk mengenalkan putra-putrinya kepada keluarga lainnya.
Selain itu, tradisi Sayyang Pattu’du’ yang digelar tersebut, dapat
dipandang sebagai salah satu bentuk rasa syukur kepada Sang Pencipta atas karunia
yang telah diperoleh, terutama dalam hal ini melaksanakan khataman Al Qur’an
dan khitanan. Ini juga untuk memberikan motivasi
anak–anak pada khususnya untuk lebih giat lagi membaca dan mengamalkan
nilai-nilai agama Islam.
Menurut Baharuddin dan Muammar Bakry (2021) dalam artikelnya yang
berjudul “Tradisi Sayyang Pattu’du’ dalam Peringatan Maulid di Kecamatan
Balanipa Kabupaten Polewali Mandar”, tradisi
Sayyang Pattu’du’ jika dilihat aspek tata cara, maksud dan tujuannya, tradisi ini tidak menyimpang dengan agama Islam. Sebab
dalam tradisi ini juga terdapat nilai–nilai Islam yang terkandung didalamnya
seperti membaca al – Qur’an, sholawat kepada Nabi serta silaturahmi dengan
sanak saudara, keluarga dan teman-teman yang dari jauh (hfs).