Filosofi Diam

  • 26 November 2019
  • 12:00 WITA
  • Jurusan KPI Bersatu
  • Berita

            Diam di definisikan sebagai sebuah bentuk sikap seseorang yang tidak ingin melakukan sesuatu atau tindakan. Dalam sikap diamnya seseorang tentu memilki suatu  alasan. Diamnya seseorang  bukan berarti kita tidak mengerti persoalan secara lebih jernih, mengolah dan menganalisisnya lewat batin dan pikiran. Pelajaran berharga dari pada bisu adalah untuk  tidak terburu-buru dalam berkata atau mengomentari sesuatu.
            Tapi bagaimana dengan ungkapan bahwa diam itu emas? Memang diam itu emas, jika kita mengaturnya dengan baik. Karena dengan sedikit bicara (diam) kita akan banyak mendengar dengan banyak mendengar kita akan berfikir, dengan banyak berfikir kita akan semakin bijak. Tapi tidak semua orang memahami bahwa ketika diam itu di katakan emas, pendiam dengan memiliki pengertian yang sangat beda dan jelas berseberangan. Banyak orang yang suka bicara bila perlu “ingin di perhatikan oleh orang lain”, karena rumusan itu sederhana yakni berbicaralah maka Anda akan terkenal karena kepribadian seseorang tersembunyi di balik lisannya. Artinya hanya dengan berbicara dan mengatakan kepada orang lain tentang jati diri kita, maka orang lain akan mengenal dan paham tentang kita.
Ada kalanya diamnya seseorang lebih kuat dari pada jawaban. Jika akal telah mencapai kesempurnaan, maka akan tetap berada di bawah kendalimu selama engkau belum melontarkannnya. Tetapi jika engkau telah melontarkan perkataan maka engkaulah yang akan terbelenggu olehnya. Maka dari itu, simpanlah lisanmu sebagaimana engkau menyimpan emas. Ada kalanya perkataan terasa nikmat, tetapi ia mengundang bencana. Artinya, diamnya seseorang  lebih baik ketimbang perkataan yang sudah terlanjur terlontar tidak akan bisa di tarik kembali, apalagi jika mengandung keburukan. Timbanglah perkataanmu dengan perbuatanmu, dan jangan banyak bicara kecuali dalam kebaikan . Sebaik – baik perkataan seseorang adalah yang sesuai dengan perbuatannya. Artinya, segala ucapan kita harus selaras dengan perbuatan. Jangan sampai perkataan kita malah bertentangan dengan perbuatan. Lebih baik berbicara sedikit tetapi menebar kebaikan, dari pada banyak bicara tapi menimbulkan kekisruhan. Apa yang terlewat darimu karena diammu lebih mudah bagimu untuk mendapatkannya dari pada yang terlewat darimu karena perkataanmu. Maksudnya, sesuatu yang belum di ucapkan lebih mudah diatur ketika akan di ucapkan. Sebaliknya, menarik perkataan yang sudah terlanjur terlontar sangat sulit, bahkan mustahil.
Itu semua sudah jelas dalam sabda nabi Muhammad saw.’’ Siapa yang beriman kepada allah dan hai akhir, hendaklah ia bicara yang benar, atau diam’’. Maka, jika kita mampu yang baik, mampu menguasai ilmu kalam sehingga bisa banyak menyadarkan banyak orang, bisa membela agama Allah, maka diri kita akan berguna dan bermanfaat bagi orang lain. Bukan berarti seseorang tidak boleh berbicara banyak, “perlu banyak bicara” selama perkataan itu lebih banyak  yang mengarah kepada hal yang positif, tentunya perkataan banyak tidak di ulang –ulang terhadap sesama-Nya (bukan perkataan yang umum, semua orang tahu bahwa pagi itu terang dan malam itu gelap ) dan perkataan perbuatan aktual bermanfaat perubahan positif (baik ekstrim maupun non ekstrim yang terukur dengan logika atau rasio manusia), dan perkataan perbuatan seperti itu menjadi protein, vitamin, dan karbohidrat buat kehidupan ini.



karya: Alisa Adeliana Sari