IMANKU, APA KABAR?

  • 29 Maret 2017
  • 12:00 WITA
  • Jurusan KPI Bersatu
  • Berita

“Iman itu naik turun, maka perbaharuilah iman kalian dengan laa ilaha illallah.

Aisyah terbangun di tengah malam dengan wajah kebingungan. Keringatnya masih menetes dari pelipis hingga leher. Matanya mencari-cari ponsel untuk melihat jam. “Baru jam 2.” Gumamnya. Benar saja Aisyah terkaget, waktu masih menunjukkan pukul dua dini hari. Aisyah mencoba melanjutkan tidurnya tanpa menyempatkan beranjak dari kasur sedikitpun.

Sering terbesit di benak suatu pertanyaan yang dialami semua orang. Terkadang rajin beramal, dan suatu saat menurun. Terkadang semangat ingin mendekatkan diri kepada Allah, lalu turun kembali. Kenapa seperti itu?

“Bu, Aisyah ke kampus dulu nah. Assalamu’alaikum.” Ucap Aisyah sembari mencium tangan Ibunya, Aminah.
Iye’ hati-hatiki nak. Wa’alaikumussalam.”
“Akhir-akhir ini Aisyah sering sekali bangun kesiangan. Jarang sekali mi kudengar tilawah lagi. Ada apa sama itu anak?” gumam Aminah yang memperhatikan Aisyah keluar dari rumah.

Tak bisa dipungkiri jika keimanan turun tanpa tahu sebabnya, bahkan terlena dengan dunia hingga kita lupa bahwa iman kita sangat turun. Akan celaka jika kita tidak menyadari atau bahkan tidak ada yang mengingatkan. Itulah mengapa Rasulullah SAW menyuruh umatnya untuk mencari teman yang baik-baik, selalu mengingatkan kepada yang baik-baik.

Aisyah adalah mahasiswi jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam semester lima di Universitas Islam Negeri Alauddin, Makassar. Ia dikenal sebagai gadis ceria, banyak teman, mudah bergaul, aktif, dan agamis. Di kelasnya, Aisyah adalah mahasiswi yang telah mengajak kawan-kawan perempuannya berhijrah. Mengajak untuk aktif di majelis-majelis ilmu, datang ke tempat pengajian, dan sebagainya.

Semenjak aktivitasnya mulai padat, kegemaran Aisyah mendatangi tempat-tempat yang berisikan keagamaan mulai ia tinggalkan. Aisyah berpikir bahwa ia masih bisa hadir di pertemuan selanjutnya.

“Pekan depan pi deh. sekarang banyak sekali tugas kuliahku, belum lagi tugas organisai.” Gumam Aisyah saat ia melewati sebuah mading yang salah satu pamfletnya berisi ajakan untuk hadir di majelis muslimah pekanan, yang di adakan tiap pekan di fakultasnya.

Mengulur-ulur waktu merupakan hal yang kini menjadi kebiasaan Aisyah. Ia selalu yakin bahwa esok ia masih hidup. Padahal, Aisyah adalah tipe orang yang selalu mengingat kematian.

“Aisyah, kenapa ki tidak ikut taklim kemarin sore di masjid?” tanya Fiqa, salah seorang kawan organisasi keislaman di kampus.
“Oh, anu. Banyak sekali pekerjaanku kodong. Belum lagi tugas kuliah yang menumpuk, amanah dari organisasi juga. InsyaAllah pekan depan saya datang nah.” Jawab Aisyah.
“Astaghfirullah Ukh, taklim tidak lama ji. Cuma dua jam setelah itu selesai. Kan banyak ji waktu lowongta’. Ngomong-ngomong, kenapa sekarang jarang sekali muncul di kajian-kajian keislaman?” tanya Fiqa lagi, berusaha mencari tahu alasan-alasan Aisyah tak dapat hadir.
“Hmm, sebenarnya saya juga bingung kenapa bisa seperti ini. rasanya dunia sudah memalingkan saya dari akhirat. Kadang saya rindu berada di halaqah kita, rindu mengaji sama-sama, rindu dengar ceramah, rindu semua yang berhubungan dengan aktivitas keagamaanku dulu.

Tapi saya sendiri tidak tahu harus bagaimana. Karena saya tidak berani menceritakan ini ke siapapun termasuk orang tuaku. Selama beberapa waktu terakhir, rongga dada saya sesak, gelisah ndak karuan, jarang tilawah, shalat malas-malasan. Mauka nangis, tapi susah juga,” Aisyah tiba-tiba terdiam dan menitikkan air matanya.

“Kadang mau sekali untuk kembali, tapi rasa malas seperti menarik-narik saya terus. Tiap kali mau coba kembali, mala situ datang lagi, dan lebih kuat dari diriku.” Lanjutnya.
Fiqa yang memperhatikan Aisyah segera memeluknya, “La tahzan UkhtyInnallah ma’ana.”
“Iman memang naik turun. Semua manusia seperti itu, bahkan saya sangat sering merasakannya. Tapi, Allah masih beri ki kesempatan untuk menaikkan iman. Buktinya sampai detik ini Aisyah masih bisa menangis. Bangunlah, ingat lagi tujuan awalnya Aisyah bermuhasabah,” Fiqa tersenyum simpul pada Aisyah,
“Ingat, Aisyah punya Ibu Bapak, buat mereka bangga, beri mereka hadiah Surga dengan menjadi anak yang shalehah. Aisyah juga akan jadi seorang isterii dan Ibu. Anak-anaknya Aisyah berhak mendapatkan Ibu yang cerdas ilmu akhirat dan ilmu dunia.

Di saat Aisyah mulai malas, ingat itu. Kita hidup tidak lama lagi. Allah bisa saja memerintahkan malaikat-Nya untuk mencabut nyawa kita besok, sejam kemudian, atau setelah Fiqa berbicara. Jadi, Aisyah yang tenang ya. Ayo kembali ke jalan yang benar, utamakan Allah. Aisyah pernah bilang kan, Allah dulu, Allah lagi, Allah terus. Hamasah Ukhty.” Jelas Fiqa, lalu ia merangkul Aisyah dan mengajaknya pulang bersama.

Setelah pertemuannya dengan Fiqa waktu itu, Aisyah mulai aktif lagi dengan aktivitas-aktivitas yang sempat ia tinggalkan. Urusan dunia sudah menjadi nomer dua baginya, sekarang yang terpenting adalah, bagaimana cara agar Allah meridhai segala langkah kita.

***

Karya : Mardatillah
Komunikasi dan Penyiaran Islam
Angkatan 2014